Cinta Yang Berdaya
Ayah Bunda,
Tidak ada orang tua yang tak menyayangi dan mencintai anak-anak mereka. Namun jika sebatas “rasa” saja belum cukup. Anak-anak memerlukan cinta yang berdaya dari lingkungannya, baik itu dari orang tua maupun guru.
Betapa sering kita melihat orang tua yang ingin anaknya mandiri namun sikap yang dihadirkan justru menghambat kemandirian itu. Orang tua terlalu banyak mengambil peran sehingga anak justru miskin peran dan terhambat proses bertumbuhnya. Bahkan sesederhana memilih pakaian sendiri pun, orang tua masih berperan dominan. Tentunya dengan berbagai alasan, biasanya ingin cepat-cepat atau agar lemari tidak berantakan. Jangan heran jika beberapa waktu kedepan akan ditemui anak-anak yang lemah inisiatif diri dan sangat bergantung kepada orang tua.
Cinta yang berdaya bicara tentang kesediaan orang tua memberikan ruang lebih kepada anak. Menyediakan jiwa dan raga dalam mendampingi mereka. Bukan terjebak hadir secara raga di hadapan mereka namun jiwa dan pikiran sedang disibukan dengan urusan lain. Diperburuk dengan adanya gadget yang membuat kualitas interaksi keluarga menjadi rendah. Hadir bersama namun pikiran dan hati sedang tak terhubung.
Cinta yang berdaya dari orang tua juga bicara tentang kesediaan orang tua menempuh proses dan tahapan yang benar dalam tumbuhkembang anak. Tidak terpancing untuk membanding-bandingkan mereka dengan anak lain. Tidak memaksakan baca tulis hitung yang dianggap penting oleh orang tua sementara bagi anak hal tersebut menjadi beban dan mengambil hak bermain mereka.
Cinta yang berdaya juga bicara bahwa kemampuan baca tulis hitung pada usia dini bukan untuk tujuan jangka pendek (asal bisa), melainkan untuk kebutuhan jangka panjang, yakni anak menjadi gemar membaca, mengerti dan mampu menganalisa serta mampu menyampaikan gagasan secara terstruktur melalui lisan maupun tulisan di kemudian hari.
Cinta yang berdaya juga bicara bahwa setiap anak itu unik dan memiliki potensi sehingga keberdayaan cinta dibuktikan dengan kesediaan memberikan berbagai stimulus yang kaya. Memerdekakan anak untuk memilih apa dan cara belajar yang ia suka karena potensi adalah modal bagi tumbuhnya bakat anak. Tak ada anak yang tak berbakat, yang ada hanyalah anak yang miskin stimulus sehingga akhirnya ia menjadi anak rata-rata (kebanyakan) dan kelak mengahadapi tantangan dengan kemampuan diri yang serba rata-rata.
Cinta yang berdaya dari seorang pendidik dan institusi sekolah dibuktikan dengan kemampuan guru di kelas memberikan ruang dan perlakuan yang beragam kepada setiap anak, bukan menyeragamkan. Guru percaya bahwa anak adalah benih kehidupan yang perlu dibantu bertumbuh. Bukan memperlakukan mereka seperti kertas kosong yang bisa dicoret sesuka hati.
Cinta yang berdaya dari orang tua dibuktikan dengan memilihkan sekolah yang mampu mendampingi anak agar berdaya. Bukan memilihkan sekolah atas dasar selera orang tua. Anak semestinya menjadi subjek penentu di mana ia akan belajar, di mana ia akan diperlakukan sebagai manusia yang utuh, di mana ia akan berinteraksi dengan pendidik yang memotivasi bukan yang mengintimidasi…
Ayah Bunda,
Meski anak bertumbuh mungil, namun mereka pasti memiliki cinta yang berdaya pula kepada orang tuanya, hanya saja kemampuan mereka untuk menunjukan cinta itu belum memadai. Pertanyaannya, apakah kita sebagai orang tua bersedia sepenuh jiwa dan raga membantu mereka agar menjadi diri yang berdaya…?
Bukan sekedar rasa, melainkan kaya akan upaya-upaya.
Comments
Post a Comment